LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU
TANAH
ACARA V
PENETAPAN
ANGKA-ANGKA ATTERBERG
Semester :
Genap 2011/2012
Disusun oleh :
Nama : AKBAR RIZKI
NIM : A1C011019
Rombongan : 9
Kelompok : 3
Asisten :
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
BAB
I . PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Ringan
beratnya suatu tanah bukan saja berhubungan dengan mudah tidaknya tanah diolah,
namun juga berhubungan dengan gaya menahan air tanah, infiltrasi, dan
perkolasi. Untuk menghindari faktor subyektif dalam mengklasifikasikan tanah
berat atau ringan, dipakai standar angka. Setiap tanah mempunyai sifat mutu
yang berbeda dalam mengolah tanah. Dibutuhkan suatu metode untuk menentukan
apakah suatu tanah baik untuk pertanian, pembangunan atau bidang lain. Metode
untuk menentukan tindakan pengolahan tanah adalah dengan menetapkan standar
angka, yaitu metode penetapan Angka Atterberg
Atterberg tokoh yang pertama kali meneliti dan
menggolongkan konsistensi tanah dalam hubungannya dengan kadar lengas, yaitu
dengan menetapkan Batas Cair (BC), BG (Batas Gulung), Batas Lekat (BL), Batas
Berubah Warna (BBW).
Jenis tanah tertentu mempunyai
potensi kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak dilakukan perbaikan, tingkat
kesuburannya maka hanya diperoleh hasil dengan aras sedang. Pembangunan
pertanian yang lebih berorientasi pada efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam
dan aman lingkungan mendorong penyempurnaan konsep pengelolaan lahan sebagai
sarana produksi pertanian. Keselarasan antara pendekatan pengelolaan lahan
dengan dinamika ekosistem lahan menjadi faktor penting begitu pula konsistensi..
Konsistensi
tanah adalah bagian dari Rheologi. Rheologi adalah ilmu yang mempelajari
perubahan-perubahan bentuk (deformation) dan aliran (flow) suatu benda (Baver,
1959). Sifat-sifat Rheologi dapat dipelajari dengan menentukan angka-angka
Atterberg yaitu angka-angka kadar air tanah pada beberapa macam keadaan.
Angka-angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah karena
pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau terlalu kering ataupun terlalu
basah.
B. Tujuan
1.
Mengetahui
batas cair (BC)
2.
Mengetahui
batas lekat (BL)
3.
Mengetahui
batas gulung (BG)
4.
Mengetahui
batas berubah warna (BBW)
BAB
II. METODE PRAKTIKUM
A.
Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum kali ini
antara lain contoh tanah kering udara halus (diameter 0,5mm), Casagrande,
Sotpwach, colet/ pastel, timbangan analitik, botol semprot, lap/ serbet, kertas
label, lempeng kaca, oven, eksikator.
B. Cara Kerja
a. Batas Cair
1.
Disiapkan
alat casagrande yang mempunyai tinggi jatuh 1 cm.
2.
Dibuat pasta
tanah basah yang homogen secukupnya dengan cawan porselin.
3.
Latihan
memutar alat casagrande dengan kecepatan konstan 2x per detik
4.
Dimasukkan
pasta tanah yang telah dibuat di atas cawan Casagrande dan permukaanya
diratakan dengan colet sampai setebal 1 cm, kemudian dengan colet pembelah pasta
tanah dibelah ditengahnya dengan gerakan tegak lurus pada bidang cawan. Pada
dasar cawan harus terlihat bagian yang bersih dari tanah, lebar alur yang
terjadi 2mm.
5.
Alat
Casagrande segera diputar dengan kecepatan konstan. Diamati sampai alur menutup
selebar 1 cm, pemutaran dihentikan dan catat jumlah putaran yang diperlukan
tadi.
6.
Setelah
dapat diperoleh jumlah ketukan antara 10-40, ambil pasta tanah disekitar alur
yang menutup sebanyak kurang lebih 10 gram dan ditetapkan kadar air tanahnya.
7.
Dikerjakan
untuk 4 ulangan dengan banyak ketukan di atas 25, dua ulangan dan dibawah 25,
dua ulangan
8.
Dihitung BC dengan rumus umum BC= KaN (N/25)0,121 dan dengan
persamaan regresi y = a + bX
b. Batas Lekat
1.
Diambil sisa
pasta tanah pada acara BC, digumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet ke
dalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1 cm perdetik. Dapat juga dijalankan
dengan digumpalkan pasta tanah dengan ujung colet sepanjang 2,5 cm ada di
dalamnya dan kemudian colet ditarik dengan kecepatan 0,5 detik.
2.
Diperiksa permmukaan colet : 1). Bersih, tidak ada
tanah lebih kering 2). Tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah
lebih basah dari BL.
3.
Tergantung dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2,
pasta tanah dibasahi atau dikurangi kelembabannya dan langkah ke-1 diulang-
ulang lagi sampai dicapai keadaan di permukaan colet di sebelah ujungnya
melekat susupensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 kali dalamnya
penusukan ( kira-kira 0,8cm).
4.
Diambil tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kurang
lebih 10 gram dan ditetapkan kadar
airnya.
5.
Dikerjakan untuk 2 ulangan.
6.
Dihitung kadar airnya dari dua pengamatan. Ini
merupakan kadar air batas lekat tanah.
c.
Batas Gulung
1.
Diambil pasta tanah kurang lebih 15 gram dan dibuat
bentuk sosis atau pita tanah dengan cara digulung-gulungkan di atas lempeng
kaca dengan telapak tangan yang digerakkan maju mundur tanpa ditekan. Pada
waktu digolek-golekkan pasta tanah, digerakkan jari menjarang.
2.
Diperiksa tambang tanah yang terbentuk: 1). Tidak
menunjukkan keretakan sewaktu mencapai tebal 3mm 2). Sudah retak- retak pada
diameter lebih dari 3mm. Pada kejadian 1). Pasta tanah lebih basah dari BG dan
pada kejadian 2) pasta tanah lebih kering.
3.
Diulangi lagi sampai diperoleh tambang tanah yang
retak pada diameter 3mm. Diambil tambang tanah yang retak tersebut, masukkan ke
dalam botol timbang untuk ditetapkan kadar airnya, dikerjakan untuk dua
ulangan.
4.
Dihitung dari kedua pengamatan tersebut dihitung kadar
airnya, ini merupakan kadar air batas gulung tanah.
d.
Batas
Berubah Warna
1.
Dengan colet pasta tanah diratakan tipis dan permukaan
licin mengkilat di atas permukaan papan kayu dan dibuat bentuk elips. Tebal bagian
tengah 3mm, makin ke tepi makin menipis.
2.
Diletakkan pada tempat yang teduh dan
diperangin-anginkan, air akan menguap dan mulai kering mulai dari tepi (bagian
yang tipis) berjalan ke tengah.
3.
Setelah jalur yang kering pada bagian tepi mulai
mengering selebar 0,5 cm dan 0,5cm , diambil bagian yang terang (kering) 0,5cm
dan 0,5 cm bagian tanah yang berwarna gelap. Jadi diambil keseluruhan dari tepi
1cm.
4.
Dimasukkan ke dalam botol timbang dan ditetapkan kadar
airnya. Dikerjakan untuk dua ulangan.
5.
Dihitung dari kedua pengamatan tersebut dihitung kadar
airnya. Ini, merupakan kadar air batas berubah warna tanah.
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Contoh Tanah Inceptisol
1) Tabel Batas Cair (BC)
Ulangan
|
Jumlah Ketukan
|
Botol
timbang kosong (a) gr
|
a + contoh
tanah (b) gr
|
b setelah
dioven (c) gr
|
KA %
|
Ket : 10 - 25
|
|||||
1
|
11 ketukan
|
22,75 g
|
30,87 g
|
27,54 g
|
69,5 %
|
2
|
14 ketukan
|
22,87 g
|
30,10 g
|
27, 16 g
|
68,5 %
|
Ket : 25 - 40
|
|||||
1
|
36 ketukan
|
22,26 g
|
32,39 g
|
28,50 g
|
62,3 %
|
2
|
39 ketukan
|
22,92 g
|
32,92 g
|
29,02 g
|
63,9 %
|
2) Tabel Batas Lekat (BL)
Ulangan
|
Botol
Timbang Kosong (a) gr
|
a + contoh
tanah (b ) gram
|
b setelah
dioven (c)
|
KA %
|
1
|
22,18 g
|
32,39, g
|
23,26 g
|
42,2 %
|
2
|
22,34 g
|
32,92 g
|
27,01 g
|
55,8 %
|
3) Tabel
Batas Gulung (BG)
Ulangan
|
Botot Timbang Kosong (a) gr
|
a + contoh tanah (b) gr
|
b stelah dioven
|
KA %
|
1.
|
23,85 g
|
25,32 g
|
24,82 g
|
51,5 %
|
2.
|
22,71 g
|
24,03 g
|
23,57 g
|
53,54 %
|
4) Tabel Batas Berubah Warna (BBW)
Ulangan
|
Botot Timbang Kosong (a) gr
|
a + contoh tanah (b) gr
|
b stelah dioven
|
KA %
|
1.
|
24,00 g
|
28,80 g
|
27,75 g
|
28 %
|
2.
|
22,88 g
|
26,83 g
|
29,91 g
|
30,36 %
|
Perhitungan : BC
Ketukan 10 – 25
Ulangan I BC = 69,5 %
x 11
0,121
25
=
69,5 % x ( 0,44) 0,121
= 69,5 % x 0,91
= 63,25 %
Ulangan II BC = 68,5
% x 14 0,121
25
=
68,5 % x ( 0,56) 0,121
= 68,5 % x 0,93
= 63,86 %
Ketukan 25 – 40
Ulangan I BC = 62,3
% x 36 0,121
25
=
62,3 % x ( 1,44) 0,121
= 62,3 % x 1,05
= 65,11 %
Ulangan II BC = 63,9
% x 39 0,121
25
=
63,9 % x ( 1,56) 0,121
= 63,9 % x 1,06
= 67,43 %
B.
Pembahasan
Atterberg menggunakan angka-angka konsistensit anah. Angka-angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah.,
karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun
terlalu basah. (Black, 1965)
Batas mengalir (batas cair)
adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah. Kalau air lebih banyak
tanah bersama air akan mengalir. Dalam hal ini tanah diaduk dulu dengan air
sehingga tanah bukan dalam keadaan alami. Hal ini berbeda dengan istilah
kapasitas lapang (field capacity)
yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah dalam keadaan
alami atau undisturbed. (Foth,
1998)
Batas Lekat (BL) adalah
kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain. Bila kadar
air lebih rendah dari batas melekat, maka tanah tidak dapat melekat, tetapi
bila kadar air lebih tinggi dari batas melekat, maka tanah akan mudah melekat
pada benda lain (Wirjodihardjo, 1964).
Batas gulung atau batas
menggolek adalah kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat
digolek-golekkan lagi. Kalau digolek-golekkan tanah akan pcah-pecah ke segala
jurusan. Pada kadar air lebih kecil dari batas menggolek tanah sukar diolah.
(Hardjowigeno,2010)
Batas berubah warna atau titik
ubah adalah jika tanah yang telah mencapai batas menggolek, masih dapat terus
kehilangan air, sehingga tanah lambat laun akan menjadi kering dan pada suatu
ketika tanah menjadi berwarna lebih terang. Titik ini dinamakan titk batas
ganti warna atau titik ubah. (Hardjowigeno,2010)
Harkat angka-angka Atterberg menurut Harjowigeno
(2010) adalah
Harkat
|
Batas Mengalir
|
BBW
|
Indeks Plastisitas
|
Jangka Olah
|
........................................................(%
kadar air)........................................................
|
||||
Sangat rendah
|
<20
|
1-3
|
0-5
|
1-3
|
Rendah
|
20-30
|
4-10
|
6-10
|
4-8
|
Sedang
|
31-45
|
11-18
|
11-17
|
9-15
|
Tinggi
|
46-70
|
19-30
|
18-30
|
16-25
|
Sangat tinggi
|
71-100
|
31-45
|
31-43
|
26-40
|
Ekstrim tinggi
|
>100
|
>45
|
>43
|
>40
|
Pada praktikm ini yang diamati
adalah contoh tanah inseptisol, diperolehi batas cair untuk tanah inseptisoll
pada ulangan I dan ulangan II yaitu 63,25% dan 63,86 %. Menunjukan bahwa batas
cairnya tinggi. Dan itu sudah sudah sesuai dengan literatur yang ada .
Pada
percobaan BL dilakukan ulangan sebanyak dua kali dengan membuat pasta tanah
dari sisa percobaan BC, lalu digumpalkan dalam tangan dan ditusukkan colet
kedalamnya sedalam 2.5 cm dengan kecepatan 0.5 detik. Didapat Ka pada ulangan I
42,2% dan pada ulangan II 55,8 %.
Percobaan
BG dilakukan juga sebanyak dua kali
ulangan dengan membuat pasta tanah yang
kemudian di gulung sampai terjadi keretakan pada diameter 3 mm. Diperoleh Ka
pada ulangan I 51,5% dan pada ulangan ke II 53,4%.
Percobaan
BBW dilakukan ulangan serbanyak dua kali dengan membuat
Dalam percobaan BBW dilakukan ulangan sebanyak 2 kali dengan
membuat colet pasta tanah yang diratakan tipis pada permukaan kayu,
diangin-anginkan sampai bagian tepi kering, lalu dimasukkan ke dalam botol
timbang, lalu di masukkan tanah Inseptisol ke dalam botol dan di oven. Di peroleh Ka pada ulangan I 28% dan pada
ulangan II 30,36%.
Aplikasi angka-angka
atterberg untuk bidang pertanian antara lain untuk penyiapan tanah, kisaran
jangka olah merupakan hal yang sangat penting. Tanah yang baik harus mudah
diolah pada kondisi lengas yang cukup lebar tanpa menimbulkan masalah dalam
pengolahan maupun pengaruhnya terhadap tanah yang diolah.
BAB IV. KESIMPULAN
1. Tanah inseptisol mempunyai BC berkisar antara 63,25% - 67,43%, hal ini menunjukkan bahwa jumlah air yang tekandung dalam tanah
inseptisol relatif tinggi.
2. Tanah
inseptisol pada percobaan batas lekat mempunyai kadar air 42,2%- 55,8%. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah inseptisol mempunyai batas lekat yang
tinggi.
3. Tanah
inseptisol pada percobaan batas gulung mempunyai kadar air 51,5% - 53,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah inseptisol mempunyai batas gulung
yang tinggi.
4.
Tanah
inseptisol pada percobaan batas berubah warna mempunyai kadar air 28%-30,36%. . Hal ini mengindikasikan bahwa tanah inseptisol mempunyai batas berubah
warna yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA.
Black, C. A. 1965. Methods of Soil
Analysis part.1. Am. Soc. Agron. Publ. Madison.
Wisconsin : USA.
Foth, Henry d. 1998. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah.
Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta.
Wirjodihardjo, M. w. dan K.
H. Tan. 1964. Ilmu tanah. Jilid II.
Prasnyaparamita : Jakrta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar